Kamis, 11 Desember 2008

Entah kapan kan usai




Entah kapan kan usai

Ditikungan malam yang pincang dalam kebeliaan

Karena tengkuknya terluka usai terkilir gelap

Tapi remang petang telah tercelup pusingan waktu

Hingga umur bintang tak lebih tua dari kuncup mawar


Dikala kembang malam sulit membedah kelopaknya

Aku mengutarakan mirisnya fajar yang tak kunjung datang

Sedang aku sendiri membedah bilik-bilik sepi

Mengamati bunga pagi yang tertindih telapat yang terinjak

Mati dibenamkan kelambu langit yang letih menunduk


Walaupun tinggi bulan sependek kastil kerajaan semut

Tapi malam ini terlalu tua dibenak kerinduan

Dan telah menyandang kenestapaan yang mengusik

Menerobos bersama angin yang masih belajar terbang


Kapan sepi ini digenangi cahaya lentera fajar

Dan jika menunggu malam larut

Seperti menunggu bintang mati

Aku…entahlah…

Akan menjengkal tiap gesekan bulan dilangit lapuk

Hingga bersua ambang malam saujana mata memandang

Walaupun ku sendiri mengupas kulit kisut kelam

Tapi apa daya, diri ini meraung tanpa suara

Ku hanya bisa berkutat dengan mimpi tapa dasar

Mengendap-endap ditidur yang berserakan

Di malam yang entah kapan usai…?

Gugusan cinta



Jangan pernah menduga aku membenci cerita kita yang lusuh

Sungguh…! Bila bisa aku memotong mozaik lapisan langit

Untuk sematkan kebahagiaan yang kau guguskan

Takkan sanggup bumi bergeming karena teramat indahnya

Tak pernah ada puitis yang menyanjung sesayup belaimu

Kata-kata terlalu membisu tuk terjemahkan pengakuan

Dan bila angin menelan nafas khiasan damai ini

Ia terlampau ke layar langit yang gemilang cahayanya

Takan ku temukan hati mengulum surya dalam cumbuan

Yakni hatimu yang menangkupkan getaran didasar sukma

Jiwa yang penuh dengan sinaran yang merona di roman itu

Dan belai selembut kapas yang terhanyut silir kehidupan

Ya…! Walaupun cerita kita yang lusuh…

Dan bibirku terajut tawa, menyenandungkan kefasihanmu

Aku tetap disini menyingsing eloknya kotak-kotak hari

Mengabadikan setia diambang kenangan yang membiru

Andai kau tau, tak luput damaimu dalam prosa hidupku

Takkan jengah ingatan mengulas kilas manik matamu
Tak jera waktuku tuk melukis mimpi dikanfas udara

Hingga tak luput tidurmu terhanyut dalam lelapku

Walau berlarik-larik jalan kita melenggangkan jejak

Tapi decit jam yang merayap mengutip bermekaran senyuman

Merenda kembali warna-warni pelangi dibusur bumi

Dalam memuliakan ketulusan dunia tentang cinta

Cinta kita berdua…