Entah kapan kan usai
Ditikungan malam yang pincang dalam kebeliaan
Karena tengkuknya terluka usai terkilir gelap
Tapi remang petang telah tercelup pusingan waktu
Hingga umur bintang tak lebih tua dari kuncup mawar
Dikala kembang malam sulit membedah kelopaknya
Aku mengutarakan mirisnya fajar yang tak kunjung datang
Sedang aku sendiri membedah bilik-bilik sepi
Mengamati bunga pagi yang tertindih telapat yang terinjak
Mati dibenamkan kelambu langit yang letih menunduk
Walaupun tinggi bulan sependek kastil kerajaan semut
Tapi malam ini terlalu tua dibenak kerinduan
Dan telah menyandang kenestapaan yang mengusik
Menerobos bersama angin yang masih belajar terbang
Kapan sepi ini digenangi cahaya lentera fajar
Dan jika menunggu malam larut
Seperti menunggu bintang mati
Aku…entahlah…
Akan menjengkal tiap gesekan bulan dilangit lapuk
Hingga bersua ambang malam saujana mata memandang
Walaupun ku sendiri mengupas kulit kisut kelam
Tapi apa daya, diri ini meraung tanpa suara
Ku hanya bisa berkutat dengan mimpi tapa dasar
Mengendap-endap ditidur yang berserakan
Di malam yang entah kapan usai…?